MUAMALAH DALAM ISLAM
A. Pengertian
Muamalah
Menurut fiqih, muamalah ialah tukar
menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan.
Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa menyewa, upah mengupah,
pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak
dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berhajat kepada yang lain,
bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik
dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain
baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian akan
terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat.
Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan
guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat berjalan dengan lancar
dan teratur, agama Islam memberikan peraturan yang sebaik-baiknya aturan.
B. ASAS-ASAS TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM
Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan
cita-cita dan usaha manusia untuk meraih kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan
kepuasan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian
atau akad dalam bidang ekonomi, misalnya dalam jual beli, sewa-menyewa,
kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan. Contohnya transaksi jual beli.
Dijelaskan bahwa dalam setiap transaksi
ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang diterapkan syara’, yaitu:
1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’, misalnya memperdagangkan barang haram. (Lihat Q. S. Al-Ma’idah, 5: 1!)
yaa ayyuhaa alladziina
aamanuu awfuu bial'uquudi
uhillat lakum bahiimatu al-an'aami
illaa maa yutlaa 'alaykum ghayra muhillii alshshaydi wa-antum hurumun inna allaaha yahkumu maa yuriidu
Artinya : [5:1] Hai orang-orang
yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu388. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
2. Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun
yaa ayyuhaa alladziina
aamanuu laa ta/kuluu amwaalakum baynakum bialbaathili illaa an takuuna tijaaratan 'an taraadin minkum walaa
taqtuluu anfusakum inna allaaha
kaana bikum rahiimaan
Artinya : [4:29] Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu287; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.
4. Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, dst. Hadis Nabi SAW menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur penipuan.” (H.R. Muslim)
5. Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi. Misalnya, dalam akad sewa-menyewa rumah.
Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam dilaksanakan, maka tujuan filosofis yang luhur dari sebuah transaksi, yakni memperoleh mardatillah (keridaan Allah SWT) akan terwujud.
C. PENERAPAN TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM
1. Jual Beli
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai
sumber ekonomi. Allah SWT berfirman :
qul yaa qawmi i'maluu 'alaa makaanatikum innii 'aamilun fasawfa
ta'lamuuna
Artinya : [39:39] Katakanlah:
"Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan
bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui, (QS Az Zumar : 39)
Jual beli dalam
bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al
Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah hukum
Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar
saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua
pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka (lihat QS Az
Zumar : 39, At Taubah : 103, hud : 93)
1. Hukum Jual Beli
Orang yang terjun dalam bidang usaha jual
beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada
yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli. Jual beli
hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.
Allah berfirman. lihat Al-qur,an on line di gogle
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu.”(QS An Nisa : 29
Hadis nabi Muhammad
SAW menyatakan sebagai berikut.
ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺗﺮﺍﺩ (
ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ)
Artinya : “Sesungguhnya
jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)
ﺃﻠﺒﻴﻌﺎﻥ ﺑﺎ ﻟﺨﻴﺎﺭ ﻣﺎ
ﻟﻢ ﻴﺘﻔﺮﻗﺎ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻭ ﻤﺴﻠﻢ)
Artinya : “ Dua
orang jual beli boleh memilih akan meneruskan jual beli mereka atau tidak,
selama keduanya belum berpisah dari tempat akad.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan
bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan tawar menawar dan tidak ada
kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si pembeli boleh memilih akan
meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila akad (kesepakatan) jual beli
telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran, kemudian salah satu dari mereka atau
keduanya telah meninggalkan tempat akad, keduanya tidak boleh membatalkan jual
beli yang telah disepakatinya.
2. Rukun dan syarat
Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah
ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah
menurut syara’ (hukum Islam).
Dalam pelaksanaan
jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.
a. Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya
Orang gila tidak sah jual belinya.
Penjual atau pembeli melakukan jual beli dengan kehendak sendiri, tidak ada
paksaan kepada keduanya, atau salah satu diantara keduanya. Apabila ada
paksaan, jual beli tersebut tidak sah.
b. Syarat Ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan untuk menjual atau
transaksi menyerahkan, misalnya saya menjual mobil ini dengan harga 25
juta rupiah. Kabul adalah ucapan si pembeli sebagai jawaban dari perkataan si
penjual, misalnya saya membeli mobil ini dengan harga 25 juta rupiah.
Sebelum akad terjadi, biasanya telah terjadi proses tawar menawar terlebih
dulu.
Pernyataan ijab kabul tidak harus
menggunakan kata-kata khusus. Yang diperlukan ijab kabul adalah saling rela
(ridha) yang direalisasikan dalam bentuk kata-kata. Contohnya, aku jual, aku
berikan, aku beli, aku ambil, dan aku terima. Ijab kabul jual beli juga sah
dilakukan dalam bentuk tulisan dengan sarat bahwa kedua belah pihak berjauhan
tempat, atau orang yang melakukan transaksi itu diwakilkan. Di zaman modern
saat ini, jual beli dilakukan dengan cara memesan lewat telepon. Jula beli
seperti itu sah saja, apabila si pemesan sudah tahu pasti kualitas barang
pesanannya dan mempunyai keyakinan tidak ada unsur penipuan.
c. Benda yang diperjualbelikan
1) Barang yang
diperjualbelikan harus memenuhi sarat sebagai berikut.
2) Suci atau bersih
dan halal barangnya
3) Barang yang
diperjualbelikan harus diteliti lebih dulu
4) Barang yang
diperjualbelikan tidak berada dalam proses penawaran dengan orang lain
5) Barang yang
diperjualbelikan bukan hasil monopoli yang merugikan
6) Barang yang
diperjualbelikan tidak boleh ditaksir (spekulasi)
7) Barang yang
dijual adalah milik sendiri atau yang diberi kuasa
8) Barang itu dapat
diserahterimakan
d.Syarat Nilai Tukar
(Harga Barang)
As-samn adalah harga pasar
yang berlaku di tengah-tengah masyarakat secara aktual.
As-Sir adalah modal barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen.
1. Harga yang disepakati harus jelas jumlahnya
2. Bisa diserahkan waktu akad, sekalipun secara hukum
3. Jual beli barter (muqayyadah), barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara.
As-Sir adalah modal barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen.
1. Harga yang disepakati harus jelas jumlahnya
2. Bisa diserahkan waktu akad, sekalipun secara hukum
3. Jual beli barter (muqayyadah), barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara.
3. Perilaku atau sikap yang harus
dimiliki oleh penjual
a. Berlaku Benar (Lurus)
Berperilaku benar merupakan ruh keimanan
dan ciri utama orang yang beriman. Sebaliknya, dusta merupakan perilaku orang
munafik. Seorang muslim dituntut untuk berlaku benar, seperti dalam jual beli,
baik dari segi promosi barang atau penetapan harganya. Oleh karena itu, salah
satu karakter pedagang yang terpenting dan diridhai Allah adalah berlaku benar.
Dusta dalam berdagang sangat dicela
terlebih jika diiringi sumpah atas nama Allah. “Empat macam manusia yang
dimurkai Allah, yaitu penjual yang suka bersumpah, orang miskin yang congkak, orang
tua renta yang berzina, dan pemimpin yang zalim.”(HR Nasai dan Ibnu Hibban)
b. Menepati Amanat
Menepati amanat merupakan sifat yang
sangat terpuji. Yang dimaksud amanat adalah mengembalikan hak apa saja kepada
pemiliknya. Orang yang tidak melaksanakan amanat dalam islam sangat dicela.
Hal-hal yang harus disampaikan ketika
berdagang adalah penjual atau pedagang menjelaskan ciri-ciri, kualitas, dan
harga barang dagangannya kepada pembeli tanpa melebih-lebihkannya. Hal itu
dimaksudkan agar pembeli tidak merasa tertipu dan dirugikan.
c. Jujur
Selain benar dan memegang amanat, seorang
pedagang harus berlaku jujur. Kejujuran merupakan salah satu modal yang sangat
penting dalam jual beli karena kejujuran akan menghindarkan diri dari hal-hal
yang dapat merugikan salah satu pihak. Sikap jujur dalam hal timbangan, ukuran
kualitas, dan kuantitas barang yang diperjual belikan adalah perintah Allah
SWT. Firman Allah lihat Al-qur,an on line di gogle
Artinya : Dan
(Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu’aib. Ia
berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi
manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al A’raf : 85)
Sikap jujur pedagang
dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat barang dagangan, baik yang
diketahui maupun yang tidak diketahui. Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“Muslim itu adalah
saudara muslim, tidak boleh seorang muslim apabila ia
berdagang dengan
saudaranya dan menemukan cacat, kecuali diterangkannya.”
Lawan sifat jujur adalah menipu atau
curang, seperti mengurangi takaran, timbangan, kualitas, kuantitas, atau
menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan cacatnya. Hadis lain
meriwayatkan dari umar bin khattab r.a berkata seorang lelaki mengadu kepada
rasulullah SAW sebagai berikut “ katakanlah kepada si penjual, jangan
menipu! Maka sejak itu apabila dia melakukan jual beli, selalu diingatkannya
jangan menipu.”(HR Muslim)
d. Khiar
Khiar artunya boleh
memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli atau
mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual
beli). Ada tiga macam khiar yaitu sebagai berikut :
1) Khiar Majelis
Khiar majelis adalah si pembeli an
penjual boleh memilih antara meneruskan akad jual beli atau mengurungkannya
selama keduanya masih tetap ditempat jual beli. Khiar majelis ini berlaku pada
semua macam jual beli.
2) Khiar Syarat
Khiar syarat adalah suatu pilihan antara
meneruskan atau mengurungkan jual beli setelah mempertimbangkan satu atau dua
hari. Setelah hari yang ditentukan tiba, maka jual beli harus ditegaskan untuk
dilanjutkan atau diurungkan. Masa khiar syarat selambat-lambatnya tiga hari
3) Khiar Aib (cacat)
Khiar aib (cacat) adalah si pembeli boleh
mengembalikan barang yang dibelinya, apabila barang tersebut diketahui ada
cacatnya. Kecacatan itu sudah ada sebelumnya, namun tidak diketahui oleh si
penjual maupun si pembeli. Hadis nabi Muhammad SAW. Yang artinya : “Jika dua
orang laki-laki mengadakan jual beli, maka masing-masing boleh melakukan khiar
selama mereka belum berpisah dan mereka masih berkumpul, atau salah satu
melakukan khiar, kemudian mereka sepakat dengan khiar tersebut, maka jual beli
yang demikian itu sah.” (HR Mutafaqun alaih)
4. Macam-macam Jual
Beli
a. Jual beli yang sahih
Adalah jual beli yang memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan.
b. Jual beli yang batil
Adalah jual beli yang tidak terpenuhi salah satu atau seluruh rukun dan syarat yang ditentukan
Macam-macam jual beli yang batil yaitu:
1. Jual beli sesuatu yang tidak ada.
2. Menjual barang yang tidak bisa diserahkan kepada pembeli
3. Jual beli buah-buahan atau padi-padian yang belum sempurna matangnya
4. Jual beli yang mengandung unsur penipuan
5. Jual beli benda-benda najis
6. Jual beli al-‘arbun (jual beli yang bentuknya melalui perjanjian, jika barang
yang sudah dibeli
dikembalikan oleh pembeli, maka uang yang telah diberikan kepada penjual
menjadi hibah bagi penjual)
7. Jual beli air sungai, air danau, air laut dan air yang tidak boleh dimiliki seseorang
7. Jual beli air sungai, air danau, air laut dan air yang tidak boleh dimiliki seseorang
8. Jual beli yang bergantung pada suatu syarat tertentu
9. Jual beli al-majhul (benda atau barangnya secara global tidak diketahui), dengan syarat kemajhulannya (ketidakjelasannya) itu bersifat menyeluruh
10. Jual beli sebagian barang yang sama sekali tidak dapat dipisahkan dari satuannya
11. Jual beli ajal (al-ajl)
2. Simpan Pinjam
Rukun dan syarat
utang piutang atau pinjam meminjam, menurut hukum Islam adalah:
a. Yang berpiutang (yang meminjami) dan yang berutang (peminjam), syaratnya sudah balig dan berakal sehat.
b. Barang (uang) yang diutangkan atau dipinajmakan adalah milik sah dari yang meminjamkan.
3. IJARAH
a. Pengertian
Berasal dari bahasa Arab yang artinya
upah atau imbalan.
Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’i adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’i adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
b. Dasar Hukum Ijarah
Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum
ijarah ialah Q.S. Az-Zukhruf, 43: 32, At-Talaq, 65: 6 dan Q.S Al-Qasas, 28: 26.
c. Macam-macam ijarah
1. Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa.
2. Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ex: tukang jahit,dsb.
d. Rukun dan Syarat Ijarah
1. Kedua orang yang bertransaksi (akad) sudah balig dan berakal sehat.
2. Kedua belah pihak tsb bertransaksi dengan kerelaan (Q.S. An-Nisa’,4: 29).
3. Barang yang akan disewakan (objek ijarah) diketahui kondisi dan manfaatnya oleh penyewa.
4. Objek ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
5. Objek ijarah merupakan sesuatu yang dihalalkan syara’.
6. Hal yang disewakan tidak termasuk suatu kewajiban bagi penyewa.
7. Objek ijarah adalah sesuatu yang biasa disewakan.
8. Upah/sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai harta.
e. Sifat Akad/Transaksi Ijarah
Jumhur ulama berpendapat bahwa akad/transaksi
ijarah bersifat mengikat, kecuali ada cacat, atau barang tersebut tidak bisa
dimanfaatkan.
f. Tanggung Jawab Orang yang Diupah/Digaji
Ulama fikih sepakat bila objek yang
dikerjakan rusak di tangan pekerja bukan karena kelalaiannya dan tidak ada unsur
kesengajaan, maka pekerja tidak dapat dituntut ganti rugi.
Penjual jasa bila melakukan suatu
kesalahan sehingga benda orang yang sedang diperbaikinya mengalami kerusakan
bukan karena kelalaian maka menurut Imam Abu Hanifah, Zufar bin Hudailbin Qais
al-Kufi (wafat 158 H/775 M), ulama Mazhab Hambali dan Syafi’i tidak dapat
dituntut ganti rugi.
g. Berakhirnya Akad Ijarah
Akan berakhir apabila:
(1) Objek ijarah hilang/musnah.
(2) Habisnya tenggang waktu yang disepakati dalam akad/transaksi ijarah.
Rukun ijarah ada 4, yaitu:
a. Orang yang berakad
b. Sewa/imbalan
c. Manfaat
d. Sigat/ijab kabul
D. RIBA
Bagi manusia yang tidak memiliki iman,
segala sesuatunya selalu dinilai dengan harta (materialisme). Manusia
berlomba-lomba untuk memperoleh harta kekayaan sebanyak mungkin. Mereka tidak
memperdulikan dari mana datangnya harta yang didapat, apakah dari sumber yang
halal atau haram. Salah satu contoh perolehan harta yang haram adalah sesuatu
yang berasal dari pekerjaan memungut riba. Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan
sebagai berikut. Yang artinya : “Dari Abu Hurairah r.a ia berkata :
Rasulullah SAW bersabda : Akan tiba suatu zaman, tidak ada seorang pun, kecuali
ia memakan harta riba. Kalau ia memakannya secara langsung ia akan terkena
debunya.” (HR Ibnu Majah)
Kata riba (ar riba) menurut bahasa
yaitu tambahan (az ziyadah) atau kelebihan. Riba menurut istilah syarak
ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar suatu barang yang
tidak diketahui syaraknya. Atau dalam tukar menukar itu disyaratkan menerima
salah satu dari dua barang apabila terlambat. Riba dapat terjadi pada hutang
piutang, pinjaman, gadai, atau sewa menyewa. Contohnya, Fauzi meminjam uang
sebesar Rp 10.000 pada hari senin. Disepakati dalam setiap satu hari keterlambatan,
Fauzi harus mengembalikan uang tersebut dengan tambahan 2 %. Jadi hari
berikutnya Fauzi harus mengembalikan hutangnya menjadi Rp 10.200. Kelebihan
atau tambahan ini disebut dengan riba.
Allah SWT berfirman.
lihat Al-qur,an on line di gogle
alladziina ya/kuluuna alrribaa
laa yaquumuuna illaa kamaa yaquumu alladzii
yatakhabbathuhu alsysyaythaanu
mina almassi dzaalika bi-annahum
qaaluu innamaa albay'u mitslu alrribaa
wa-ahalla allaahu albay'a waharrama alrribaa faman jaa-ahu maw'izhatun min rabbihi faintahaa falahu maa salafa wa-amruhu ilaa allaahi waman 'aada faulaa-ika ash-haabu alnnaari hum fiihaa khaaliduuna
wa-ahalla allaahu albay'a waharrama alrribaa faman jaa-ahu maw'izhatun min rabbihi faintahaa falahu maa salafa wa-amruhu ilaa allaahi waman 'aada faulaa-ika ash-haabu alnnaari hum fiihaa khaaliduuna
Artinya : Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah : 275)
Allah telah melarang hamba-Nya untuk
memakan riba, Allah juga menjanjikan untuk melipatgandakan pahala bagi orang
yang ikhlas mengeluarkan zakat, infak dan sedekah. Allah SWT berfirman :
yamhaqu allaahu alrribaa wayurbii alshshadaqaati
waallaahu laa yuhibbu kulla
kaffaarin atsiimin
Artinya : “Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS Al Baqarah : 276)
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa ta/kuluu alrribaa adh'aafan mudaa'afatan waittaquu allaaha la'allakum tuflihuuna
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kepada Allah Supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Ali Imran
: 130)
Hadis nabi Muhammad
SAW yang artinya : “Dari Jabir r.a ia berkata : Rasulullah SAW telah
melaknati orang-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang
yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang
menyaksikannya, dan (selanjutnya) nabi bersabda, mereka itu semua sama saja.”
(HR Muslim)
Beberapa ayat dan hadis yang telah
disebutkan menunjukan bahwa Islam sangat membenci perbuatan riba dan
menganjurkan kepada umatnya agar didalam mencari rezeki hendaknya menempuh cara
yang halal.
Ulama fikih membagi
riba menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Riba fadal
Riba fadal yaitu tukar menukar dua buah
barang yang sama jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh
orang yang menukarnya. Contohnya tukar menukar emas dengan emas atau beras
dengan beras, dan ada kelebihan yang disyaratkan oleh yang menukarkan. Supaya
tukar menukar seperti ini tidak termasuk riba harus memenuhi tiga syarat
sebagai berikut.
1.
Barang yang ditukarkan harus sama
2.
Timbangan atau takarannya harus sama
3.
Serah terima harus pada saat itu juga.
2. Riba nasiah
Riba nasiah yaitu tukar menukar barang
yang sejenis maupun yang tidak sejenis atau jual beli yang pembayarannya
disyaratkan lebih oleh penjual dengan waktu yang dilambatkan. Contohnya, salim
membeli arloji seharga Rp 500.000. Oleh penjualnya disyaratkan membayarnya
tahun depan dengan harga Rp 525.000
3. Riba yad
Riba yad yaitu berpisah dari tempat
akad jual beli sebelum serah terima. Misalnya, orang yang membeli suatu barang
sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, penjual dan pembeli tersebut
telah berpisah sebelum serah terima barang itu. Jual beli ini dinamakan riba
yad
Berikut
syarat-syarat jual beli agar tidak menjadi riba.
a. Menjual sesuatu
yang sejenis ada tiga syarat, yaitu:
1) serupa timbangan
dan banyaknya
2) tunai, dan
3) timbang terima
dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis akad.
b. Menjual sesuatu
yang berlainan jenis ada dua syarat, yaitu:
1) tunai dan
2) timbang terima
dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis akad.
Riba diharamkan oleh semua agama samawi.
Adapun sebab diharamkannya karena memiliki bahaya yang sangat besar antara lain
sebagai berikut.
1.
Riba dapat menimbulkan permusuhan antar pribadi dan mengikis habis
semangat kerja sama atau saling menolong sesama manusia. Padahal, semua agama,
terutama Islam menyeru kepada manusia untuk saling tolong menolong, membenci
orang yang mengutamakan kepentingan diri sendiri atau egois, serta orang yang
mengeksploitasi orang lain.
2.
Riba dapat menimbulkan tumbuh suburnya mental pemboros yang tidak mau
bekerja keras dan penimbun harta di tangan satu pihak. Islam menghargai kerja
keras dan menghormati orang yang suka bekerja keras sebagai saran pencarian
nafkah.
3.
Riba merupakan salah satu bentuk penjajahan atau perbudakan dimana satu
pihak mengeksploitasi pihak yang lain.
4.
Sifat riba sangat buruk sehingga Islam menyerukan agar manusia suka
mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik jika saudaranya membutuhkan
harta.
E. HUKUM ISLAM TENTANG KERJA SAMA
EKONOMI (SYIRKAH)
Saat ini umat Islam Indonesia, demikian
juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya telah menerapkan sistem
perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic
system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan
transaksi ekonomi umat. Keinginan ini didasari oleh kesadaran untuk menerapkan
Islam secara utuh dan total.
1. Pengertian
Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara
dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
a. Dasar Hukum
Landasan hukum dari
musyarakah ini antara lain :
ﻔﻫﻢ ﺸﺮﻛﺎﺀ ﻓﻲ ﺛﻠﺙ
Artinya : “… maka
mereka berserikat pada sepertiga …” (QS An Nisa : 12)
Bersabda Rasulullah
yang artinya : “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya Allah
azza wajalla berfirman : Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama
salah satunya tidak menghianati lainnya.” (HR Abu Daud)
Hadis tersebut menunjukkan kecintaan
Allah kepada hamba-hambanya yang melakukan perkongsian atau kerja sama selama pihak-pihak
yang bekerja sama tersebut saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan
menjauhi pengkhianatan.
Berdasarkan dalil-dalil diatas,
musyarakah (syirkah) dapat diartikan dua orang atau lebih yang bersekutu
(berserikat) dimana uang yang mereka dapatkan dari harta warisan, atau mereka
kumpulkan diantara mereka, kemudian diinvestasikan dalam perdagangan, industri,
atau pertanian dan lain-lain sepanjang sesuai dengan kesepakatan bersama dan
hal tersebut hukumnya boleh.
b. Syarat-syarat musyarakah
Dalam bersyarikah
ada 5 syarat ayng harus dipenuhi yaitu sebagai berikut.
1) Benda (harta
dinilai dengan uang)
2) Harta-harta itu
sesuai dalam jenis dan macamnya
3) Harta-harta
dicampur
4) Satu sama lain
membolehkan untuk membelanjakan harta itu
5) Untung rugi
diterima dengan ukuran harta masing-masing.
c. Jenis-jenis musyarakah
Ada dua jenis
musyarakah yakni musyarakah pemilikan dan musyarakah akad (kontrak)
1) Musyarakah
pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah
ini, kepemilikan dua orang atau lebih, berbagi dalam sebuah aset nyata dan
berbagi pula keuntungan yang dihasilkan oleh aset tersebut.
2) Musyarakah akad
tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap
orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi
keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi ‘inan, mufawadah,
a’mal, wujuh, dan mudarabah
a) Syirkah ‘inan
adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi
dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, keuntungan dan kerugian
yang dibagi sesuai dengan kesepakatan diantara mereka
b) Syirkah mufawadah
adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan
dana yang jumlahnya sama dan berpartisipasi dalam kerja, keuntungan dan
kerugian dibagi secara sama besar
c) Syirkah a’mal
adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama
dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misal dua orang arsitek menggarap
sebuah proyek
d) Syirkah wujuh
adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise
baik dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan
dan menjual barang tersebut secara tunai. Keuntungan dan kerugian dibagi
berdasarkan jaminan yang disediakan masing-masing.
Pada bidang
perbankan misalnya, penerapan musyarakah dapat berwujud hal-hal berikut ini.
1. Pembiayaan
proyek. Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan dimana nasabah dan
bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek
itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah
disepakati
2. Modal ventura.
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam
kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura.
Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank
melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun
bertahap.
F. MUDARABAH (BAGI HASIL)
Mudarabah adalah akad kerja sama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul mal) menyediakan seluruh
(100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha
secara mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab
atas kerugian tersebut.
1.Dasar Hukum
Secara umum landasan dasar syariah
mudarabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak
dalam ayat dan hadis berikut ini. Allah berfirman dalam surat al-Muzammil yang
artinya : “… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT…” (Al Muzammil : 20)
Adanya kata yadribun pada ayat
diatas dianggap sama dengan akar kata mudarabah yang berarti melakukan suatu perjalanan
usaha. Surah tersebut mendorong kaum muslim untuk melakukan upaya atau usaha
yang telah diperintahkan Allah SWT.
Hadis nabi Muhammad yang artinya : “Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra
usahanya secara mudarabah mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi
lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi
peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana
tersebut. Disampaikan syarat syarat tersebut kepada rasulullah SAW. Dan
rasulullah pun membolehkannya.”(HR Tabrani).
1.
Jenis-jenis mudarabah
Secara umum, mudarabah terbagi menjadi
dua jenis yakni mudarabah mutlaqah dan mudarabah muqayyadah.
a. Mudarabah
mutlaqah
Mudarabah mutlaqah adalah bentuk
kerjasama antara pemilik modal (sahibul mal) dan pengelola (mudarib)
yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fikih ulama salafus saleh seringkali
dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari
sahibul mal ke mudarib yang memberi kekuasaan sangat besar.
b. Mudarabah
Muqayyadah
Mudarabah muqayyadah adalah kebalikan
dari mudarabah mutlaqah. Si Mudarib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu,
atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan
umum si Sahibul Mal dalam memasuki jenis dunia usaha.
Adapun dari sisi pembiayaan, mudarabah
biasanya diterapkan untuk bidang-bidang berikut.
a. Pembiayaan modal
kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
b. Investasi khusus
disebut juga mudarabah muqayyadah, yaitu sumbe investasi yang khusus dengan
penyaluran yang khusus pula dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh
sahibul mal.
Mudarabah dan kaitannya dengan dunia
perbankan biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Sisa
penghimpunan dana mudarabah biasanya diterapkan pada bidang-bidang berikut ini.
1.
Tabungan berjangka, yaitu dengan tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan
khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan deposito berjangka.
2.
Deposito spesial (special investment), yaitu dana dititipkan
kepada nasabah untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah atau ijarah
saja.
Mudaroban yang
berkaitan dengan dunia Pertanian ialah :
Musaqah, Muzaraah,
dan Mukhabarah
a. Musaqah (paroan kebun)
Yang dimaksud musaqah adalah bentuk kerja
sama dimana orang yang mempunyai kebun memberikan kebunnya kepada orang lain
(petani) agar dipelihara dan penghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi
berdua menurut perjanjian sewaktu akad
Musaqah dibolehkan oleh agama karena
banyak orang yang membutuhkannya. Ada orang yang mempunyai kebun, tapi dia
tidak dapat memeliharanya. Sebaliknya, ada orang yang tidak mempunyai kebun,
tapi terampil bekerja. Musaqah memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak
yakni pemilik kebun dan pengelola sehingga sama-sama memperoleh hasil dari
kerja sama tersebut. Hadis menjelaskan sebagai berikut yang artinya : “Dari Ibnu
Umar: Sesungguhnya nabi Muhammad SAW telah memberikan kebun beliau kepada
penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian, mereka akan
diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-buahan atau hasil petani
(palawija).” (HR Muslim)
b. Muzaraah
Muzaraah adalah kerjasama dalam pertanian
berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau sepertiga atau lebih atau kurang,
sedangkan benih(bibit tanaman)nya dari pekerja (petani). Zakat hasil paroan ini
diwajibkan atas orang yang punya benih. Oleh karena itu, pada muzaraah zakat
wajib atas petani yang bekerja karena pada hakekatnya dialah (si petani) yang
bertanam, yang mempunyai tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan
pengantar dari sewaan tidak wajib mengeluarkan zakatnya.
c. Mukhabarah
Mukhabarah kerjasama dalam pertanian
berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau sepertiga atau lebih atau kurang,
sedangkan benihnya dari pemilik sawah/ladang. Adapun pada mukhabarah, zakat
diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah yang bertanam,
sedangkan petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari
upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, zakat wajib atas
keduanya yang diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi. Hukum kerja sama
tersebut diatas diperbolehkan sebagian besar para sahabat, tabi’in dan para
imam
.
G. PERBANKAN YANG SESUAI DENGAN
PRINSIP HUKUM ISLAM
Lahirnya ekonomi Islam di zaman modern
ini cukup unik dalam sejarah perkembangan ekonomi. Ekonomi Islam berbeda dengan
ekonomi-ekonomi yang lain karena lahir atau berasal dari ajaran Islam yang
mengharamkan riba dan menganjurkan sedekah. Kesadaran tentang larangan riba
telah menimbulkan gagasan pembentukan suatu bank Islam pada dasawarsa kedua
abad ke-20 diantaranya melalui pendirian institusi sebagai berikut.
1. Bank Pedesaan
(Rural Bank) dan Bank Mir-Ghammar di Mesir tahun 1963 atas prakarsa seorang
cendikiawan Mesir DR. Ahmad An Najjar
2. Dubai Islamic
Bank (1973) di kawasan negara-negara Emirat Arab
3. Islamic Development
Bank (1975) di Saudi Arabia
4. Faisal Islamic
Bank (1977) di Mesir
5. Kuwait House of
Finance di Kuwait (1977)
6. Jordan Islamic
Bank di Yordania (1978)
Bank non Islam yang disebut juga bank
konvensional adalah sebuah lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun
dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana, baik perorangan atau badan
usaha guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain dengan
sistem bunga.
Sedangkan Bank Islam yang dikenal dengan
Bank Syariah adalah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut
hukum (syariat) Islam dan tidak memakai sistem bunga karena bunga dianggap riba
yang diharamkan oleh Islam. (QS Al Baqarah : 275-279)
Sebagai pengganti sistem bunga, Bank
Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba, antara lain
sebagai berikut.
1. Wadiah atau
titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito. Wadiah ini bisa
diterapkan oleh Bank Islam dalam operasinya untuk menghimpun dana dari
masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, barang, dan surat-surat
berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh Bank Islam. Bank
berhak menggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya,
tetapi Bank harus menjamin dapat mengembalikan dana itupada waktu pemiliknya
(depositor) memerlukannya.
2. Mudarabah adalah
kerjasama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian profit
and loss sharing. Dengan mudarabah ini, Bank Islam dapat memberikan
tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi
hasil dan rugi yang perbandingannya sesuai dengan perjanjian misalnya, fifty-fifty.
Dalam mudarabah ini, Bank tidak mencampuri manajemen perusahaan.
3. Syirkah
(perseroan). Dibawah kerjasama syirkah ini, pihak Bank dan pihak pengusaha
sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (joint ventura).
Oleh karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini
dengan menanggung untung rugi bersama atas dasar perjanjian profit and loss
sharing (PLS Agreement).
4. Murabahah adalah
jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar harga
pembelian yang pertama secara jujur. Dengan murabahah ini, pada hakikatnya
suatu pihak ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi
transaksi jual beli. Dengan sistem murabahah ini, Bank bisa membelikan atau
menyediakan barang barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi, dan
Bank minta tambahan harga atas harga pembeliannya. Syarat bisnis dengan
murabahah ini, ialah si pemilik barang (dalam hal ini Bank) harus memberi
informasi yang sebenarnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan
keuntungan bersih (profit margin) dari pada cost plus nya itu.
5. Qard hasan
(pinjaman yang baik atau benevolent loan). Bank Islam dapat memberikan
pinjaman tanpa bunga (benevolent loan) kepada para nasabah yang baik,
terutama nasabah yang mempunyai deposito di Bank Islam itu sebagai slah satu
pelayanan dan penghargaan Bank kepada para deposan karena mereka tidak menerima
bunga atas depositonya dari Bank Islam.
Perkembangan pesat Bank-Bank Islam yang
lazim disebut Bank syariah terjadi pada dasawarsa 70-an setelah terjadinya
krisis minyak yang menimbulkan oil boom pada tahun 1971. perkembangan
pesat Bank syariah tersebut membuktikan bahwa: (1) ajaran Islam menggerakkan
ide sosial ekonomi. Ide spirit yang bersumber pada ajaran Islam disebut juga
modal masyarakat (Social Capital). (2) Peranan cendikiawan yang memiliki
suatu konsep yang mengoperasionalkan ajaran agama yaitu zakat, infak, sedekah
(ZIS), dan larangan riba. ZIS dapat dijadikan modal Bank, hal ini juga pernah
dipelopori oleh pemikiran dari KH. Ahmad Dahlan. Beliau memiliki gagasan
membentuk lembaga amil (penghimpun dan pengelola zakat).
Bank syariah pertama yang beroperasi di
Indonesia adalah PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) berdiri pada tanggal 1 mei
1992. Perkembangan perbankan syariah pada awalnya berjalan lebih lambat
dibanding dengan Bank konvensional. Sampai dengan tahun 1998 hanya terdapat 1
Bank Umum Syariah dan 78 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Berdasarkan
statistik perbankan syariah mei 2003 dari Bank Indonesia tercatat, Bank Umum
Syariah 2 yaitu BMI dan Bank Syariah Mandiri, 8 Bank umum yang membuka unit
atau kantor cabang syariah yaitu Danamon Syariah, Jabar Syariah, Bukopin
Syariah, BII Syariah dll, serta 89 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Beberapa bank konvensional dalam negeri, maupun asing yang beroperasi di
Indonesia juga telah mengajukan izin dan menyiapkan diri untuk segera
beroperasi menjadi Bank Syariah.
Kehadiran Bank
Syariah memiliki hikmah yang cukup besar, diantaranya sebagai berikut.
1. Umat Islam yang
berpendirian bahwa bunga Bank konvensional adalah riba, maka Bank Syariah
menjadi alternatif untuk menyimpan uangnya, baik dengan cara deposito, bagi
hasil maupun yang lainnya
2. Untuk
menyelamatkan umat Islam dari praktik bunga yang mengandung unsur pemerasan
(eksploitasi) dari si kaya terhadap si miskin atau orang yang kuat ekonominya
terhadap yang lemah ekonominya.
3. Untuk
menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap Bank non Islam yang
menyebabkan umat Islam berada dibawah kekuasaan Bank sehingga umat Islam belum
bisa menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan pribadi dan masyarakat,
terutama dalam kegiatan bsinis dan perekonomiannya
4. Bank Islam dapat
mengelola zakat di negara yang pemerintahannya belum mengelola zakat secara
langsung. Bank juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk
proyek-proyek yang produktif dan hasilnya untuk kepentingan agama dan umum.
5. Bank Islam juga
boleh memungut dan menerima pembayaran untuk hal-hal berikut.
a. Mengganti
biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh Bank dalam melaksanakan pekerjaan
untuk kepentingan nasabah, misalnya biaya telegram, telepon, atau telex dalam
memindahkan atau memberitahukan rekening nasabah, dan sebagainya
b. Membayar gaji
para karyawan Bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah dan
sebagai sarana dan prasarana yang disediakan oleh Bank dan biaya administrasi
pada umumnya.
H. SISTEM ASURANSI YANG SESUAI DENGAN PRINSIP
HUKUM ISLAM
Mengikuti sukses perbankan Syariah,
asuransi Syariah juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Sampai dengan
tahun 2002, tercatat sejumlah asransi konvensional yang membuka divisi Syariah
yang terbukti mampu bersaing dengan asuransi lainnya.
Asuransi pada umumnya, termasuk asuransi
jiwa, menurut pandangan Islam adalah termasuk masalah ijtihadiyah. Artinya,
masalah tersebut perlu dikaji hukumnya karena tidak ada penjelasan yang
mendalam didalam Al Qur’an atau hadis secara tersurat. Para imam mazhab seperti
Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan ulama mujtahidin lainnya
yang semasa dengan mereka (abad II dan III H atau VIII dan IX M) tidak memberi
fatwa hukum terhadap masalah asuransi karena hal tersebut belum dikenal pada
waktu itu. Sistem asuransi di dunia Islam baru dikenal pada abad XIX M,
sedangkan di dunia barat sudah dikenal sejak sekitar abad XIV M,.
Kini umat Islam di Indonesia dihadapkan
kepada masalah asuransi dalam berbagai bentuknya (asuransi jiwa, asuransi
kecelakaan, dan asuransi kesehatan) dan dalam berbagai aspek kehidupannya, baik
dalam kehidupan bisnis maupun kehidupan keagamaannya.
Dikalangan ulama dan cendikiawan muslim
ada empat pendapat tentang hukum asuransi, yakni sebagai berikut.
1.
Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini,
termasuk asuransi jiwa
2.
membolehkan semua asuransi dalam praktiknya sekarang ini.
3.
Membolehkan aasuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi
yang semata-mata bersifat komersial
4.
menganggap syubhat
Ketika mengkaji hukum Islam tentang
asuransi, sudah tentu harus dilakukan dengan menggunakan metode ijtihad yang
lazim digunakan oleh mejtahidin dahulu. Diantara metode ijtihad yang mempunyai
banyak peranan di dalam mengistinbatkan (mencari dan menetapkan hukum) terhadap
masalah-masalah baru yang tidak ada nasnya dalam Al Qur’an dan hadis adalah
maslahah mursalah atau istislah (public good) dan qyas (analogical
reasoning).
Dalam buku Hukum Asuransi di Indonesia
ditulis oleh Vide Wirjono Prodjodikoro, menjelaskan, menurut pasal 246 Wet
Boek Van Koophandel (Kitab Undang-undang perniagaan), bahwa asuransi pada
umunya adalah suatu bentuk persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji
kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti
kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu
peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Adapun asuransi Syariah adalah usaha
saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melaui
investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi resiko tertentu melalu akad (perikatan) yang sesuai Syariah
Ada beberapa sumber yang dijadikan
rujukan bagi berlangsungnya sistem asuransi tersebut, diantaranya adalah hadis
Nabi Muhammad SAW “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam suatu
masyarakat ibarat satu bangunan, dimana tiap bangunan saling mengokohkan satu
sama lain.” (HR Bukhari danMmuslim)
Secara operasional, asuransi yang sesuai
dengan Syariah memiliki sistem yang mengandung hal-hal sebagai berikut.
1. Mempunyai akad
takafuli (tolong menolong) untuk memberikan santunan atau perlindungan atas
musibah yang akan datang
2. Dana yang
terkumpul menjadi amanah pengelola dana. Dana tersebut diinvestasikan sesuai
dengan instrumen Syariah seperti mudarabah, wakalah, wadi’ah dan murabahah.
3. Premi memiliki
unsur tabaru’ atau mortalita (harapan hidup)
4. Pembebanan biaya
operasional ditanggung pemegang polis, terbatas pada kisaran 30 % dari premi
sehingga pembentukan pada nilai tunai cepat terbentuk pada tahun pertama yang
memiliki nilai 70 % dari premi.
5. dari rekening
tabaru’ (dana kebajikan seluruh peserta) sejak awal sudah dikhlaskan oleh
peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah.
6. Mekanisme
pertanggungan pada asuransi Syariah adalah sharing of risk. Apabila
terjadi musibah semua peserta ikut (saling) menanggung dan membantu
7. Keuntungan
(profit) dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil
(mudarabah),atau dalam akad tabarru’ dapat berbentuk hadiah kepada peserta dan
ujrah (fee) kepada pengelola.
8. Mempunyai misi
akidah, sosial serta mengangkat perekonomian umat Islam atau misi iqtisadi
I. Sistem Lembaga Keuangan non Bank
yang sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
Sistem lembaga keuangan non Bank yang
sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam antara lain adalah sebagai berikut.
1. Koperasi
Pengertian koperasi dari segi etimologi
berasal dari bahasa inggris coorporation, yang artinya bekerja sama.
Pengertian koperasi dari segi etimologi ialah suatu perkumpulan atau organisasi
yang beranggotakn orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama denagn penuh
kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar suka rela secara
kekeluargaan.
Koperasi mempunyai
dua fungsi, yakni :
1.
fungsi ekonomi dalam bentuk kegiatan-kegiatan usaha ekonomi yang
dilakukan koperasi untuk meringankan beban hidup sehari-hari para anggotanya
dan
2.
fungsi soisal dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan
secara gotong royong atau dalam bentuk sumbangan berupa uang yang berasal dari
bagian laba koperasi disishkan untuk tujuan-tujuan sosial, misalnya untuk
mendirikan sekolah atau tempat ibadah
Koperasi dari segi bidang usahanya ada
yang hanya menjalankan satu bidang usaha saja, misalnya bidang konsumsi, bidang
kredit atau bidang produksi. Ini disebut koperasi berusaha tunggal (single
purpose). Dan ada pula koperasi yang meluaskan usahanya dalam berbagai
bidang yang disebut koperasi serba usaha (multi purpose) seperti bidang
pembelian dan penjualan
Modal usaha koperasi diperoleh dari uang
simpanan pokok, uang simpanan wajid, uang simpanan sukarela yang merupakan
deposito, uang pinjaman, penyisihan-penyisihan hasil usaha termasuk cadangan
dan sumber lain yang sah.
Menurut mahmud syaltut, koperasi
sebagaimana diuarikan diatas adalah bentuk syirkah baru yang diciptakan oleh
para ahli ekonomi dan banyak sekali memilki manfaat, anatara lain memberi
keuntungan kepada para anggota pemilik saham, memberi lapangan kerja kepada
para karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha koperasi
untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah dan sebagainya. Koperasi tidak
mempunyai unsur kezaliman dan pemerasan oleh manusia yang kuat atau kaya atas
manusia yang lemah atau miskin, pengelolaannya demokratis dan terbuka (open
management) serta membagi keuntungan dan kerugian kepada para anggota
menurut ketentuan yang berlaku yang telah diketahui oleh seluruh anggota
pemegang saham. Oelh karena itu, koperasi dapat diterima oleh kalangan Islam.
2. BMT (Baitul Mal
wat Tamwil)
Merupakan lembaga keuangan mikro yang
sanagt sukses. BMT di Indonesia tumbuh dari bawah (masyarakat berekonomi lemah)
yang didukung oleh deposan-deposan kecil. BMT telah menjalankan fungsinya
sebagai lembaga intermediasi yang mengelola dana dari, untuk dan oleh
masyarakat yang merupakan perwujudan demokrasi ekonomi. BMT-BMT sebagian besar
berbadan hukum koperasi yang merupakan badan usaha berdasarkan azas kekeluargaan
yang sesuai dengan Islam. Sampai tahun 2003, jumlah BMT sudah mendekati angka
4000 unit dimana proses operasionalnya tidak jauh beda dengan operasional BPRS
atau Bank Syariah
J. PERILAKU YANG MENCERMINKAN KEPATUHAN TERHADAP HUKUM ISLAM TENTANG KERJASAMA
Ekonomi
Ekonomi Islam di Indonesia hingga saat
ini mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan maraknya
kajian-kajian ekonomi Syariah, banyaknya lembaga keuangan yang berorientasi
Syariah serta semakin tingginya kesadaran masyarakat Indonesia dalam menerapkan
kerjasama ekonomi berdasarkan Syariah. Ada beberapa aspek perilaku yang harus
mencerminkan kepatuhan terhadap hukum Islam di segala aspek kehidupan, khusunya
tentang kerja sama ekonomi Islam yaitu sebagai berikut.
1.
Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan akad tanggung jawab
yang berkaitan dengan kepercayaan yang diberikan kepada pihak yang dianggap
memenuhi syarat untung memegang kepercayaan secara penuh dengan pihak yang
masih perlu memenuhi kewajiban sebagai penjamin (damin) harus
dipertimbangkan
1.
Tolong Menolong
Saling menolong sesama peserta (nasabah)
dengan hanya berhadapan keridaan Allah. Dan tolong menolong untuk memberikan
santunan perlindungan atas musibah yang akan datang
1.
Saling melindungi
Perekonomian Islam yang berdasarkan
Syariah merupakan usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah
orang atau pihak melalui investasi.
1.
Adil
Dalam melakukan transaksi/ perniagaan,
Islam mengharuskan untuk berbuat adil tanpa memandang bulu, termasuk kepada
pihak yang tidak disukai.
1.
Amanah/jujur
Dalam menjalankan kerja sama ekonomi
Syariah mengharuskan dipenuhinya semua ikatan yang telah disepakati. Perubahan
ikatan akibat perubahan kondisi harus dilaksanakan secara rida sama rida dan
disepakati oleh semua pihak yang terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar